GENDER
Disusun
Oleh :
Kelompok
2
Eka Sartika (121301007)
Iqbal Purnandang (121301043)
Juliana Eka Putri (121301055)
Try May Syarah (121301083)
Fakultas
Psikologi
Universitas
Sumatera Utara
2013
BAB I
Gender dan Orientasi Seksual
Jenis
kelamin seseorang dedefinisikan melalui alat reproduksinya,sedangkan gender seseorang didefinisikan sebagai
pengalaman psikologis sebagai seorang
pria atau wanita. Pada sebagian besar kasus, jenis kelamin seseorang sama
dengan gendernya, namun ada kalanya seseorang dengan alat reproduksi pria
merasa memiliki gender wanita dan sebaliknya.
Terdapat
dua aspek penting gender: identitas gender dan peran gender. Identitas gender merupakan pandangan
seseorang mengenai apakah dirinya seorang pria atau wanita. Identitas gender
merupakan bagian dari kepribadian kita dan merupakan komponen sentral self-concept. Sedangkan peran gender merupakan perilaku yang
konsisten menunjukkan apakah kita adalah pria atau wanita atau seberapa
seseorang dianggap “masculine” atau “feminine” menurut budaya tertentu.
Istilah
seksualitas mengacu pada perilaku yang kita lakukan untuk mendapatkan kenikmatan
seksual dan seluruh perasaan dan kepercayaan
yang dijalin dengan perilaku seksual. Sebuah aspek dari psikologis kita
yang merupakan bagian dari seksualitas dan identitas sesual yaitu orientasi seksual --- kecenderungan
untuk memilih pasangan romantis atau seksual dengan jenis kelamin yang sama
atau berbeda.
1.
1 Identitas
Gender dan Peran Gender
Identitas
gender diidentifikasikan melalui alat kelamin segera setelah seorang bayi
dilahirkan (bahkan sebelumnya melalui USG). Para orang tua memberikan nama pada
bayi sesuai dengan identitas gender mereka serta menyambut perilaku bayi laki
laki atau wanita yang baru lahir tersebut dengan ekspektasi budaya tersendiri.
Anak akan dengan cepat belajar mengenai perilaku gender yang diharapkan dari
mereka
Peran
gender merupakan perilaku dan karakteristik dimana suatu budaya mengekspektasi
pria dan wanita berdasarkan seks biologis mereka. Anggota dari suatu budaya
mengelompokkan perilaku sebagaimana perilaku tersebut cocok dan diharapkan dari
pria dan wanita. Perilaku “feminin” diharapkan dari wanita sedangkan perilaku
“maskulin” diharapkan dari pria.
Studi
awal mengenai peran gender menunjukkan bahwa “maskulin” dan “feminin” merupakan
dua kategori diskrit yang sesuai dengan jenis kelamin biologis seseorang (hanya
maskulin atau hanya feminin). Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa peran
gender merupakan serangkaian tingkatan, dimana orang-orang menunjukkan kedua
sifat masculine dan feminine dengan tingkatan yang
berbeda-beda.
Terdapat
dua alasan mengenai perubahan cara pikir ini. Pertama, maskulinitas dan
femininitas tidak berlawanan satu sama lain, melainkan dua dimensi yang
berbeda. Kedua, pria dan wanita dapat sama-sama menjadi maskulin dan feminin
sekaligus. Seseorang yang memiliki karakteristik maskulin dan feminin disebut androgynous. Contohnya, di Amerika
Serikat pada zaman sekarang, wanita atau pria yang sensitive dan ekspresif
secara emosional (dulunya merupakan sifat feminine) dan kuat, mandiri serta
kompetitif (sifat maskulin) disebut juga androgynous.
1.
2 Persamaan
Gender dan Perbedaan Gender
Banyak
orang khawatir bahwa informasi tentang perbedaan antara kedua jenis kelamin
akan mendorong pandangan seksis wanita. Psikolog Alice Eagly dan Diane Halpern
(2004) berpendapat bahwa pengetahuan tersebut penting. Mereka menganjurkan
penggunaan metode ilmiah dan standar untuk memahami perbedaan antara wanita dan
pria, asalkan kita ingat bahwa ‘perbedaan’ tidak berarti ‘inferior’ atau lebih
rendah. Kita harus berhati-hati untuk tidak membiarkan bukti ilmiah tentang rata-rata
perbedaan seks memperkuat stereotip gender yang menimbulkan prasangka.
Perbedaan Gender dalam Kekuatan
Fisik dan Keterampilan
Hanya
wanita yang dapat menjadi hamil, melahirkan, dan menyusui bayi. Selain itu,
rata-rata pria memiliki kekuatan tubuh bagian atas yang lebih besar daripada
wanita. Ada juga bukti yang jelas bahwa pria biasanya dapat melemparkan objek
lebih jauh dan dengan keakuratan yang lebih tinggi. Meskipun kekuatan dan
keuntungan melempar ini kurang penting dalam kehidupan kontemporer, banyak
psikolog percaya perbedaan fisik dan reproduksi memberitahu kita sesuatu
tentang asal-usul perbedaan gender.
Perbedaan Gender dalam Kemampuan
Kognitif dan Prestasi
Secara
keseluruhan, wanita dan pria sama dalam hal prestasi kognitif dan akademik.
Tidak ada perbedaan gender dalam keseluruhan kecerdasan atau prestasi dalam
kebanyakan mata pelajaran sekolah, tapi ada di beberapa wilayah di mana wanita
lebih unggul dan beberapa daerah lain pria lebih unggul. Rata-rata, wanita
melakukan sesuatu lebih baik daripada pria dalam berbagai keterampilan bahasa,
memori verbal, kecepatan persepsi, dan keterampilan motorik halus, sedangkan pria
berperforma lebih baik dari wanita dalam matematika, ilmu pengetahuan, dan
ilmu-ilmu sosial. Sebagian besar perbedaan gender ini cukup kecil, tapi
rata-rata pria cenderung menerima skor yang lebih tinggi pada tes penalaran
spasial dan mekanik, perkiraan dari kecepatan benda yang bergerak, dan navigasi
melalui ruang tiga dimensi. Perbedaan gender ini telah ditemukan di banyak
budaya di seluruh dunia.
Pada
wanita rata-rata skor yang lebih tinggi daripada pria pada ujian
|
Pada
pria rata-rata skor yang lebih tinggi daripada wanita pada ujian
|
Keterampilan bahasa
|
Penalaran spasial dan mekanik
|
Pemahaman dalam membaca
|
Prestasi Matematika
|
Mengeja
|
Prestasi Ilmu pengetahuan
|
Memori verbal dan spasial
|
Ilmu komputer
|
Kecepatan persepsi
|
Prestasi Ilmu sosial
|
Keterampilan motoric halus
|
Keterampilan elektronik, otomotif, dan
pertokoan
|
Orang
dengan nilai matematika yang sangat tinggi mewakili hanya sebagian kecil dari
tenaga kerja, bahkan bidang ilmiah dan teknik. Sebuah alasan kuat lain untuk
sukses yang lebih besar dari pria di bidang ilmiah dan teknologi mungkin
merugikan terhadap wanita, dan menjadi hambatan dalam pikiran wanita sendiri.
Sangat penting untuk menjadi catatan bahwa wanita menerima nilai sekolah yang
lebih tinggi dalam kursus matematika di semua tingkat kelas, meskipun nilai
rata-rata mereka pada tes yang mengukur kemampuan matematika sedikit lebih
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa wanita benar-benar lebih baik siap untuk
karir di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Wanita cenderung untuk
menghubungkan keberhasilan mereka dalam kursus matematika pada kerja keras,
sedangkan pria lebih mungkin untuk menghubungkan keberhasilan mereka kemampuan
intelektual. Perbedaan dalam cara wanita dan pria berpikir tentang keberhasilan
mereka dalam kursus matematika memainkan peran penting dalam bagaimana mereka
mendekati karir yang melibatkan matematika.
Susan
Chapman dan rekan-rekannya melakukan penelitian kepentingan tentang karir wanita
di antara mahasiswa memasuki Barnard College. Chapman menemukan bahwa
ketertarikan wanita dalam karir yang melibatkan matematika tidak berkaitan
dengan nilai mereka pada tes kemampuan dan prestasi metematika. Di sisi lain, wanita
yang melaporkan lebih cemas tentang keterampilan mereka dalam matematika kurang
tertarik dalam berkarir dalam ilmu pengetahuan tanpa kemampuan matematika
mereka. Ini menunjukkan bahwa kurangnya kepercayaan dalam matematika mungkin
penghalang yang signifikan bagi wanita.
Perbedaan Gender dalam Emosi dan
Perilaku Sosial
Perbedaan
gender dalam sosial dan emosional cenderung besar daripada perbedaan gender di
performa kognitif. Banyak studi menunjukkan bahwa wanita lebih mungkin daripada
pria dalam hal mengayomi dan mengasuh, ramah, membantu, terbuka, dapat
dipercayai, koperatif, dan mampu untuk menyembunyikan emosi mereka. Sebaliknya,
pria lebih cenderung menjadi kompetitif, dominan dan tegas. Wanita lebih
cenderung menjadi cemas, depresi, dan memiliki rendah harga diri. Pria, di sisi
lain, lebih mungkin untuk terlibat dalam agresi fisik dan perilaku berisiko dan
lebih cenderung melakukan sebagian jenis kejahatan. Mengetahui jenis kelamin seseorang
tidak dapat menjadi acuan untuk mengetahui kepribadiannya.
Pada wanita, rata-rata lebih cenderung
|
Pada pria, rata-rata lebih cenderung
|
Pemelihara dan simpatik
|
Menjadi kompetitif dan dominan
|
Menjadi ramah
|
Bersikap tegas
|
Menjadi percaya dan terbuka
|
Melakukan kebanyakan jenis kejahatan (terutama kejahatan seks)
|
Menjadi kooperatif dan penengah
|
Tidak takut resiko
|
Terlibat dalam agresi verbal tidak
langsung
|
Terlibat dalam agresi fisik
|
Menjadi cemas atau tertekan
|
Memiliki harga diri yang tinggi
|
Dapat menyembunyikan emosi dengan
lebih baik
|
Perbedaan Gender dalam Pernikahan
dan Perilaku Seksual
Berdasarkan
pada banyak kebudayaan, pria lebih sering dan lebih suka berpikir tentang seks
daripada wanita. Banyak studi yang dilakukan di banyak budaya menunjukkan bahwa
wanita dan pria juga berbeda dalam hal yang berkaitan dengan perilaku seksual
dan pemilihan pasangan. Pria cenderung memilih pasangan yang lebih muda dan
menarik secara fisik tetapi yang memiliki keterampilan rumah tangga yang baik.
Rata-rata, pria secara seksual cemburu dan mengontrol pasangan mereka tetapi
lebih cenderung merasa nyaman dengan ide seks untuk diri mereka sendiri.
Sebaliknya, wanita cenderung memilih pasangan yang agak tua dan yang memiliki
karakter yang baik dan berpotensi berpenghasilan tinggi. Rata-rata, wanita
mengatakan mereka lebih terancam oleh gagasan ketidaksetiaan emosional pasangan
mereka daripada ketidakpatuhan seksual mereka, dan mereka lebih cenderung
menjadi lebih intim secara seksual hanya dengan calon pasangan dalam jangka
panjang.
1. 3
Asal-Usul
Perbedaan Gender
Landasan
pemikiran mengenai perbedaan gender saat
ini didominasi oleh dua teori
yang sangat berbeda. Salah satu pandangan menyatakan bahwa perbedaan biologis yang telah diwariskan
antara wanita dan pria, yang telah
berevolusi selama ribuan tahun yang
bertanggung jawab dalam perbedaan gender dalam perilaku. Teori
lainnya menunjukkan bahwa perbedaan
gender dalam perilaku adalah
hasil dari perbedaan dalam pengalaman
belajar sosial yang terkait dengan peran gender. Pertama-tama kita akan membahas mengenai data terkini tentang perbedaan gender dalam struktur otak dan kemudian kita akan membahas dua teori utama dalam
perbedaan gender ini.
Perbedaan Jenis Kelamin pada Otak
Sekarang
ada bukti yang konsisten dari banyak studi pencitraan otak yang menunjukkan bahwa struktur
otak pria dan wanita berbeda
dalam beberapa hal, di samping
perbedaan gender dalam otak yang berhubungan dengan reproduksi, juga ada bukti yang
cukup dari studi manusia dan
hewan yang menunjukkan bahwa perbedaan
tingkat estrogen, testosteron,
dan hormon seks lainnya
selama kehamilan memainkan peran penting
dalam penciptaan perbedaan gender dalam
otak yang jelas selama
masa dewasa. Secara rata-rata, korteks
serebral pada pria adalah sekitar
10 persen lebih besar daripada
wanita dari masa kanak-kanak sampai akhir dewasa. Perbedaan
ini disebabkan volume yang lebih besar
pada white matter
(myelinated axon)
pada pria, dengan tidak ada perbedaan gender dalam jumlah "sel-sel kelabu kecil" (gray matter yang terdiri dari badan sel neuron). Belahan otak kanan sedikit lebih besar daripada otak kiri di tingkat yang sama pada kedua jenis kelamin
selama masa kanak-kanak, tetapi ketika dewasa, belahan otak kanan
lebih besar pada pria. Hal ini menarik, karena sebagian besar kemampuan spasial dimediasi oleh otak kanan daripada otak kiri. Dengan demikian, ukuran belahan otak kanan yang relatif lebih besar dari pada pria konsisten dengan kemampuan spasial yang lebih
baik.
Selain
itu, ada perbedaan pada gender dalam corpus callosum yang tumbuh selama masa kanak-kanak sebagai neuron yang sepenuhnya terbungkus
dalam selubung mielin yang mempercepat impuls saraf. Pada masa dewasa, corpus collosum mencapai ukuran yang lebih besar pada wanita
dibandingkan pria, mungkin, menunjukkan integrasi yang
lebih besar dari dua belahan
otak pada wanita. Konsisten dengan
kemungkinan ini, perbedaan gender yang menarik telah
ditemukan dalam aktivitas kortikal
selama kinerja tugas verbal. Ketika wanita dewasa
dan pria melakukan tugas beritme, ada aktivasi
yang hanya terdapat di daerah verbal
otak kiri pada pria. Sebaliknya, wanita menunjukkan
aktivasi di kedua belahan otak
ketika mereka melakukan tugas yang sama.
Ini menunjukkan bahwa belahan otak berfungsi secara lebih terintegrasi pada wanita selama beberapa tugas bahasa. Perbedaan
ini konsisten dengan kemampuan bahasa yang unggul pada wanita.
Ada juga
perbedaan gender di daerah subkortikal otak. Ketika anak-anak tumbuh dewasa,
ukuran amigdala meningkat lebih cepat pada anak pria daripada wanita dan
memiliki ukuran yang lebih besar pada pria dewasa. Sebaliknya, ukuran hippocampus meningkat lebih cepat pada
anak wanita dan lebih besar pada wanita dewasa. Perbedaan dalam amigdala dan hippocampus ini konsisten dengan
beberapa perbedaan gender yang dijelaskan sebelumnya. Meskipun amigdala dan hippocampus bermain peran di kedua
memori dan emosi, amigdala lebih terkait dengan ekspresi agresi, sedangkan hippocampus memainkan peran kunci dalam
memori sehari-hari dan dalam penghambatan perilaku yang pernah dihukum
sebelumnya. Dengan demikian, kinerja memori yang lebih baik dari wanita dan
tingkat yang lebih rendah dari agresi, konsisten dengan perbedaan gender dalam
unsur-unsur kunci dari sistem lymbic. Ada juga perbedaan struktural di
hipotalamus yang mungkin relevan dengan perbedaan gender dalam emosi.
Meskipun kesamaan antara perbedaan
gender dalam perbedaan otak dan gender dalam perilaku bersifat provokatif, kita
tidak seharusnya melebih-lebihkannya. Karena kedua otak manusia dan perilaku
manusia yang rumit, dan kita tidak dapat sepenuhnya memahami hubungan antara
mereka. Bahkan jika korelasi antara otak dan perilaku yang dicatat dalam bagian
ini dibuktikan untuk jadi lebih bermakna, apalagi, tidak jelas apa yang mereka
maksud. Di satu sisi, perbedaan biologis dalam anatomi dan fisiologi otak tentu
bisa menjadi ‘penyebab’ perbedaan gender dalam kognisi dan emosi. Di sisi lain,
perbedaan gender dalam otak bisa menjadi ‘hasil’ dari perbedaan gender dalam
perilaku dan pengalaman. Struktur otak tidak tetap pada saat lahir tetapi dapat
berubah sepanjang masa hidupnya, dan variasi dalam pengalaman dapat membuat
perubahan dalam anatomi dan fisiologi otak. Fakta bahwa sebagian besar
perbedaan antara otak pria dan wanita tidak jelas sampai ketika mereka dewasa
adalah konsisten dengan kemungkinan bahwa perbedaan gender dalam perilaku dan
pengalaman menghasilkan perbedaan gender dalam otak. Masih terlalu dini untuk
memilih antara dua kemungkinan-terutama karena keduanya bisa benar sampai batas
tertentu
Psikologi Evolusioner dan Perbedaan
pada Gender
Charles darwin (1871) menyatakan
bahwa pria dan wanita di banyak spesies berbeda dalam penampilan fisik dan
perilaku karena tekanan evolusioner masa lalu pada dua jenis kelamin yang
berbeda. Artinya, kekuatan alam yang menentukan bahwa beberapa gen akan
bertahan, sedangkan gen lain akan binasa, kadang-kadang berbeda untuk wanita
dan pria dalam pandangan Darwin.
Gagasan Darwin tentang kekuatan yang
berbeda dari seleksi alam pada wanita dan pria telah menjadi dasar satu teori
asal-usul perbedaan gender manusia. Menurut teori evolusi perbedaan gender, perbedaan gender muncul dari
dalam-bentuk gen yang dipilih oleh tekanan evolusioner lama. Prinsip hipotesis
teori evolusi menyatakan bahwa perbedaan gender muncul karena leluhur wanita
dan pria menghadapi tekanan evolusi yang berbeda selama era Pleistocene ketika
manusia mencari nafkah dengan berburu binatang dan mengumpulkan tanaman liar
untuk dijadikan makanan. Tekanan yang
berbeda ini merupakan hasil dari kenyataan bahwa reproduksi mamalia didasarkan
pada inseminasi dari wanita oleh pria, diikuti oleh periode panjang kehamilan
dan membesarkan anak. Menurut teori ini, pola reproduksi memiliki beberapa
implikasi yang menyebabkan evolusi dari perbedaan gender yang dijelaskan
sebelumnya:
1.
Tekanan
evolusioner terkait
dengan berburu.
Teori evolusi percaya bahwa pria yang
kuat, pria pemberani yang bisa
melempar senjata dengan akurat
lebih mungkin untuk bertahan hidup dan bereproduksi.
Ada juga beberapa bukti bahwa kemampuan spasial merupakan dasar pada pria
modern, yang mana mereka memiliki kinerja agak lebih baik pada tes kemampuan matematika. Ini menunjukkan bahwa seleksi alam
dari pemburu terbaik
yang juga menyebabkan pria itu memiliki keterampilan
matematika yang agak kuat. Jadi, dari beberapa generasi, pria yang unggul sebagai pemburu menyebabkan beberapa perbedaan gender
2.
Seleksi evolusi
dominansi dan agresi.
Pria bisa bereproduksi
hanya jika mereka bisa mendapatkan akses ke wanita yang subur.
Salah satu faktor yang meningkatkan
kemungkinan kawin dengan wanita dimaksud adalah bila pria
lebih dominan, dan lebih agresif dari pesaing.
3. Tekanan
evolusioner yang diciptakan oleh perawatan anak. Perawatan
anak-anak ditangani
wanita karena menyusui adalah satu-satunya cara untuk memelihara bayi dan balita.
Teori evolusi menunjukkan bahwa membesarkan anak-anak tersebut lebih berhasil
ketika wanita bersatu dalam kelompok yang cukup besar untuk menakut-nakuti
predator yang mungkin membunuh anak-anak mereka. Karena wanita, yang mana
memelihara bayi mereka, yang paling mungkin untuk menjadi orangtua yang
berhasil dan karena wanita yang ramah, kooperatif, verbal dan kurang dalam
agresi fisik yang paling mungkin untuk diterima dalam kelompok, wanita dengan
sifat-sifat ini lebih mungkin untuk bertahan hidup dan mewariskan gen ini untuk
generasi masa depan wanita. Dengan demikian, kebutuhan wanita untuk membesarkan
anak-anak dalam kelompok menciptakan tekanan evolusi yang membentuk fungsi
sosial, emosional, dan kognitif mereka.
4. Tekanan
evolusioner yang diciptakan oleh perbedaan gender dalam investasi orangtua. Karena wanita dapat melahirkan anak dengan jumlah yang relatif kecil, itu
penting bahwa setiap keturunan bertahan jika gen ibu ingin diteruskan. Sebaliknya, karena satu-satunya kontribusi
reproduksi pria untuk bereproduksi adalah
dengan bersetubuh, mereka bisa memaksimalkan peluang bertahannya gen mereka dengan melakukan hubungan seks dengan
banyak wanita subur yang lain. Menurut teori evolusi, pria cenderung lebih
menyukai wanita yang masih muda, menarik dan memiliki
karakteristik wajah, pinggul dan payudara yang menarik yang berhubungan dengan
kesehatan reproduksi dan kesuburan. Fakta bahwa pembuahan tersembunyi di dalam
tubuh wanita juga memberikan kontribusi terhadap tekanan evolusioner yang
berbeda untuk kedua jenis kelamin. Meskipun wanita selalu tahu dia adalah ibu
dari anak-anak yang ia melahirkan, pria tidak bisa memastikan dia adalah ayah, wanita
bisa melakukan hubungan seks dengan pria lain tanpa sepengetahuannya.
Fakta-fakta kehidupan reproduksi berarti bahwa tingkat investasi orangtua pria
di setiap keturunan jauh lebih rendah daripada untuk wanita, menurut teori
evolusi. Teori evolusi percaya bahwa ini adalah mengapa pria modern berevolusi
menjadi pencemburu dan mengontrol wanita (untuk mengurangi kemungkinan bahwa
mereka akan melahirkan anak dari pria lain), tetapi nyaman dengan ide pergaulan
bagi diri mereka sendiri (karena hal ini dapat meningkatkan jumlah anak-anak
dengan gen mereka).
5. Tekanan
evolusioner dalam pemilihan pasangan. Karena wanita
terbatas dalam kemampuan mereka untuk mengumpulkan makanan selama beberapa saat kehamilan mereka dan membesarkan anak, mereka dan
keturunan mereka hampir mungkin untuk bertahan hidup jika pasangan mereka
membantu dan mendukung mereka. Jadi, menurut teori evolusi, pria bersaing untuk
mendapat pasangan, sedangkan wanita
memilih pasangan. Wanita telah berevolusi untuk memilih pasangan yang memiliki
status sosial dan keterampilan, memiliki
sumber daya keuangan, dan yang memiliki karakter yang baik (yang mungkin akan
menuntun mereka untuk membantu pasangan dan keturunan mereka bertahan hidup).
Karena wanita tergantung pada bantuan orang selama masa leluhur, teori evolusi
menunjukkan bahwa ini adalah mengapa mereka lebih cenderung untuk menjadi marah
dengan perselingkuhan emosional (yang bisa berarti bahwa pria akan membantu
wanita lain bertahan hidup) daripada
perselingkuhan seksual.
Perbedaan
Gender Menurut Teori Peran Sosial
Alternatif utama dari
teori evolusi adalah teori peran sosial dalam perbedaan gender. Hipotesis
utamanya adalah bahwa pembagian tenaga kerja di masyarakat dan peran sosial
yang berbeda yang diciptakan bagi wanita dan pria, menyebabkan perbedaan gender
secara psikologis. Artinya, perbedaan gender berbeda dalam perilaku sebagai
hasil dari celah yang berbeda, tantangan, pengalaman, dan pembatasan peran
sosial untuk pria dan wanita.
Seperti
teori evolusi,
teori peran sosial
setuju
bahwa beberapa
perbedaan gender
biologis
menciptakan
pembagian kerja
antara jenis kelamin.
Ribuan
tahun
lalu,
realitas
reproduksi
biologis
bagi wanita dan
keunggulan kekuatan
fisik yang lebih besar
pada pria
memimpin
kebanyakan masyarakat
manusia untuk
menciptakan struktur
sosial di mana
pria memiliki
kekuasaan dan status
yang lebih besar.
Gilirannya, perbedaan dalam
status sosial
dan peran
yang masih ada untuk
berbagai derajat di
hampir semua manusia
masyarakat-menyebabkan
pengalaman belajar
sosial yang
mengajarkan
pria untuk
menjadi dominan,
tegas, dan agresif
dan mengajarkan
wanita
harus tunduk,
kooperatif,
dan bersosialisasi.
Pembagian kerja
mendorong wanita
untuk memperoleh keterampilan
domestik
dan pria
didorong untuk
mempelajari keterampilan
mengumpulkan sumber daya.
Demikian pula,
peran melahirkan
dan
menyusui
dipupuk
bagi kalangan wanita.
Akibatnya,
wanita
dan pria
datang lebih banyak
memilih
pasangan
daripada
menyesuaikan dengan persyaratan
stereotip
peran sosial
masing-masing.
Seperti setiap generasi anak-anak yang disosialisasikan ke dalam peran
sosial berbasis gender, peran tersebut diinternalisasikan dalam individu
sebagai kualitas yang wanita dan pria berharap terdapat dalam diri mereka. Setelah
peran sosial gender-spesifik diinternalisasikan, wanita dan pria mengevaluasi
diri dalam hal seberapa baik mereka cocok dengan peran yang diberikan oleh
masyarakat atas dasar jenis kelamin biologis mereka. Dengan demikian, peran
gender menciptakan kekuatan internal untuk mempertahankan diri mereka sendiri.
Meskipun teori peran sosial
menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin biologis menciptakan dorongan awal
untuk divisi tenaga kerja berbasis gender di masa lalu, peran gender yang
terjadi pada saat ini dipengaruhi praktik lingkungan, bukan oleh gen kita. Teori peran sosial berpendapat bahwa banyak perbedaan gender
yang terjadi hari ini karena tekanan sosial yang yang tersisa dari masa lalu. Selain
itu, karena peran gender berubah dalam masyarakat kontemporer, perbedaan
psikologis antara wanita dan pria juga berubah. Sadar atau tidak sadar, pria
menentang perubahan sosial yang mengancam kekuasaan mereka, dan wanita mungkin merasa pola perilaku yang tidak sesuai
dengan peran gender internal mereka tidak nyaman pada awalnya. Jadi,
meskipun perubahan pada peran gender
yang kuno diharapkan, hal tersebut terkadang dapat berjalan dengan lambat.
Claude Steele (1997)
dari Stanford University telah membahas pengaruh peran gender yang diinternalisasi
pada kinerja kognitif. Dia menyebutkan bahwa orang berhasil
dalam pelajaran sekolah hanya ketika prestasi merupakan bagian dari definisi
diri mereka sendiri. Sebagai contoh, jika seorang wanita tidak percaya bahwa
"saya orang yang bisa unggul dalam program teknik mesin," sangat
tidak mungkin bahwa dia akan mendapat nilai bagus. Steele (1997) berpendapat
bahwa pandangan wanita Amerika Utara disosialisasikan untuk melihat diri mereka
sebagai orang yang kompeten dalam matematika dan teknik, tapi banyak pria juga
dapat melakukannya. Ini adalah perbedaan-perbedaan dalam sosialisasi, daripada
perbedaan biologis, yang ia percaya membuat perbedaan kinerja.
Dukungan empiris untuk pandangan
Steele (1997) berasal dari eksperimen di mana harapan tentang kinerja
dimanipulasi. Dalam satu studi, wanita dan pria diminta untuk melakukan
tes keterampilan dan konsep matematika
yang sulit. Setengah dari peserta diberitahu bahwa itu adalah tes keterampilan
dan konsep matematika. Setengah dari peserta diberitahu bahwa itu adalah sebuah
ujian yang menunjukkan pria mengungguli wanita, sedangkan peserta yang tersisa
diberitahu bahwa itu adalah tes yang menunjukkan tidak ada perbedaan gender.
Ketika peserta dibuat mengharapkan perbedaan gender dalam kinerja, pria
menjawab dengan benar tiga kali lebih banyak dari wanita. Ketika mereka
dituntun untuk percaya bahwa tidak akan ada perbedaan gender, hasil yang
didapat baik pria maupun wanita sama baiknya. Dengan demikian, harapan
perbedaan gender ternyata dapat membuat perbedaan gender dalam kinerja
kognitif.
Dukungan tambahan untuk teori
sosial-peran berasal
dari studi mengenai apakah perbedaan seks
biologis
seseorang
atau identitas gender yang lebih
berperan dalam kinerja kognitif.
Kalichman
(1989)
menemukan bahwa kinerja
pada tugas
penalaran spasial
(pria cenderung
lebih baik)
diperkirakan
lebih baik pada
peserta
berstereotip maskulin
dibandingkan
anggota
dari jenis kelamin
pria.
Artinya,
baik pria maupun wanita
yang lebih
"maskulin"
melakukannya dengan lebih baik pada
tugas ini
daripada peserta
yang-walaupun pria-kurang
maskulin.
Demikian pula,
sejumlah studi menunjukkan
bahwa pria dan wanita yang ditandai
dengan peran gender androgini (tinggi di kedua maskulinitas dan feminitas) melakukan berbagai
tugas kognitif
dengan lebih akurat.
1.
4 Perkembangan
Identitas Gender dan Peran
Pada
usia 2 atau 3 tahun, seorang anak sudah mengenali jenis kelaminnya sendiri dan
ditunjukkan melalui perilakunya dalam bermain, misalnya anak wanita lebih
cenderung memilih bermain boneka daripada anak pria.
Pada
usia 7 tahun, ketika anak mencapai tahap concrete
operational, barulah anak dapat benar-benar mengerti konsep yang stabil
mengenai perbedaan gender. Sebelumya, mereka hanya melihat dari aspek fisik.
Identitas Gender Menurut Teori
Psikoanalisa
Sigmund
Freud mengatakan bahwa anak-anak biasanya mengikuti perilaku dari orang tua
mereka,ini disebut juga dengan identifikasi.Freud berasumsi bahwa anak ingin
memenangkan hati orang tua mereka dan menghindari penolakan. Anak-anak
mengadopsi peran “Ibu” atau “Ayah” karena dua alasan. Pertama, mereka takut
pada orang tua mereka yang dianggap berkuasa sehingga mereka mengadopsi
perilaku orang tua dengan jenis kelamin yang sama. Kedua, mengadopsi identitas
gender dari orang tua dengan gender yang sama, diharapkan akan menarik
perhatian orang tua dengan gender sebaliknya.
Identitas Gender Menurut Teori
Social Learning
Albert
Bandura mengatakan bahwa anak-anak mempelajari identitas gender mereka dengan
mengamati orang dewasa dan saudara yang lebih tua serta penguatan dan hukuman
mengenai perilaku gender mereka. Maksudnya adalah, anak-anak cenderung meniru
perilaku dari pria maupun wanita,tetapi orang tua dan lingkungan sosial lah
yang mengarahkan mereka dengan adanya penguatan untuk peran gender yang benar
dan hukuman untuk yang salah. Maka dari itu, teori social learning menyatakan
bahwa peran gender bukan sesuatu yang diturunkan secara biologis, melainkan
dipelajari dari masyarakat.
1.
5 Orientasi
Seksual
Gender
atau jenis kelamin dari orang yang dibayangkan sebagai pasangan seksual
menentukan orientasi seksual seseorang. Orang yang secara seksual tertarik pada
orang lain yang berlainan jenis kelamin disebut heteroseksual, sedangkan orang yang tertarik pada orang lain dengan
jenis kelamin yang sama merupakan homoseksual.
Kebanyakan pria homoseksual disebut gay, wanita homoseksual disebut lesbian dan
orang yang tertarik pada lawan jenis maupun yang memiliki jenis kelamim sama
disebut biseksual.
Stigmatisasi, Stress dan Orientasi
Seksual
Pada
masa ini, gay dan lesbian masih banyak di label dengan kasar di seluruh dunia.
Mereka masih cenderung menghadapi akibat stress akan ketidakadilan dan jarang
mencari dukungan sosial dari teman dan keluarga karena akan melibatkan
orientasi seksual mereka. Menurut beberapa studi, gay dan lesbian memiliki
resiko depresi, bunuh diri dan kekerasan yang lebih besar
Asal-Usul Orientasi Seksual
Psikolog
John Money (1987b, 1988) menghipotesis bahwa social learning berperan dalam perkembangan homoseksualitas
dikombinasikan dengan faktor biologis.
- Studi
anak kembar menunjukkan bahwa faktor genetik cenderung menjadikan
seseorang homoseksual.
- Terdapat
bukti bahwa hormon seks yang tidak normal selama perkembangan prenatal
meningkatkan kemungkinan menjadi homoseksual
- Banyak
studi yang menyatakan bahwa pria gay memiliki lebih dari satu saudara
laki-laki yang lebih tua. Karena pria yang lebih akhir lahirnya memiliki
lebih sedikit hormon testosterone, ini dapat menyebabkan pengaruh hormonal
dan homoseksualits. Namun, urutan kelahiran tidak menentukan homoseksualitas
- Terdapat
bukti yang konsisten bahwa homoseksual berbeda dengan heteroseksual pada
hipotalamus dan struktur otak lainnya.
Karena
itu, sangat mungkin bahwa faktor genetik dan hormon prenatal menyusun otak
manusia dalam hal yang meningkatkan kemungkinannya menjadi homoseksual, namun
bagaimanapun, mungkin juga perubahan itu disebabkan oleh faktor pengalaman.
BAB II
Aspek Biologis dan Psikologis
Seksualitas
2.
1 Anatomi
Seksual dan Fungsinya
Struktur
utama dari anatomi seksual wanita meliputi uterus
yaitu merupakan struktur berotot berbentuk pir yang berfungsi membawa janin
selama proses melahirkan. Setelah tahap pembuahan, telur yang telah
difertilisasi tertanam di dinding uterus, dimana pada akhirnya tumbuh dan
berkembang selama masa hamil.
Ovarium merupakan
dua struktur yang memproduksi hormon estrogen dan hormon-hormon lain, dan
menghasilkan telur untuk reproduksi. Tuba
Fallopi merupakan pipa atau pembuluh yang berfungsi sebagai jalan agar
telur sampai ke uterus. Di dasar daripada uterus adalah serviks. Serviks merupakan leher dari uterus
yang tersambung ke vagina. Struktur organ kelamin luar wanita disebut yang vulva tersusun dari mons, labia mayora,
labia minora dan klitoris. Mons adalah suatu gundukan yang gemuk yang
berkedudukan di puncak daripada vulva, yang tertutup rambut halus. Labia mayora
adalah bagian luar dari bibir vulva yang lebih besar yang mengelilingi bagian
dalam bibir yaitu labia minora. Vulva merupakan struktur pada bagian atas
vagina yang sensitif pada wanita selama proses terjadinya stimulasi seksual.
Lipatan pada labia mayora membentuk tudung pada klitoris yang merupakan
struktur bagian atas vagina yang paling responsive terhadap stimulasi seksual. Labia dan klitoris sama-sama memainkan peran
kritis dalam respons seksual wanita.
Sistem
reproduksi pria terdiri dari testis (testicles) merupakan kelenjar endokrin
pria yang memproduksi hormon dan sel sperma. Kemudian ada yang disebut epididimis yaitu merupakan struktur
yang menahan sel-sel sperma hingga ejakulasi sampai sperma diproduksi kembali
di testis dan terhubung ke vas deferens. Vas
deferens adalah struktur/saluran yang membawa sperma dari epididimis keluar
tubuh selama ejakulasi. Sel-sel sperma dibawa didalam suatu cairan yang disebut
semen, yang diproduksi oleh kelenjar prostat
dan seminal vesicle.
Organ
kelamin pria dan wanita memang distrukturkan untuk hubungan seksual. Organ
kelamin eksternal pria terdiri atas penis dan scrotum. Penis adalah struktur berbentuk tabung yang terisi oleh tiga tuba
kenyal yang berisi darah selama terjadi respons seksual. Scrotum adalah sejenis kulit yang agak kendor yang diperluas di
belakang penis dan menyokong testis.
Scrotum merespon terhadap perubahan temperatur, berkontraksi saat udara
dingin dan relaks saat udara panas, untuk menjaga temperatur optimal untuk
produksi sperma.
Siklus Respon Seksual
Respon
manusia terhadap stimulus seksual membawa respon biologis yang dapat diproduksi
yang diketahui sebagai siklus respon seksual. Meskipun ada beberapa kesamaan
antara siklus respon seksual antara pria dan wanita, ada juga perbedaan penting
didalamnya. Ada empat tahapan dalam siklus respon seksual (Master and Johnson
1966) :
1. Excitement
phase
Baik pria maupun wanita menunjukkan adanya gairah
psikologis yang disebut dengan excitement
phase. Hal ini dapat dimulai dengan adanya stimulasi visual, kontak fisik,
bau, fantasi dan sebagainya. Merupakan
tahap permulaan dari respon seksual dimana darah mengalir ke penis dan ke
vagina, ereksi terjadi, puting
menjadi ereksi, jantung berdetak kencang dan tubuh menjadi tergugah.
2. Plateau
phase
Jika
stimulus seksual cukup kuat,
keinginan seksual membangun dengan cepat menuju plateau phase. Memiliki karakteristik tingginya gairah yang diteruskan
selama periode beberapa detik sampai menit. Tingkat kesenangan seksual pada tahap ini sangat
tinggi namun belum maksimum.
3. Orgasmic
phase
Dibawah kondisi psikologis yang baik, individu
biasanya menuju ke fase refleksif yang disebut orgasm. Ini adalah saat dimana
gairah dan kenikmatan
seksual berada di level puncak.
Pernafasan terjadi dengan cepat, tekanan darah dan detak jantung menjadi lebih kencang, kulit bersemu merah dan
individu kehilangan kontrol atas otot-otot untuk beberapa waktu yang singkat .
Terdapat sedikit saja variasi fase orgasme pada pria,namun terdapat tiga pola
umum pada wanita (Masters & Johnson, 1966). Ada wanita yang mencapai
orgasme yang intens dan singkat, ada yang mengalami puncak orgasme yang intens
beberapa kali, ada pula yang mengalami beberapa kali orgasme dengan puncak yang
lebih sedikit.
4. Resolution
phase
Setelah level orgasme, gairah fisik scara cepat
menurun ke fase resolusi. Dalam beberapa menit, tubuh kembali ke kondisi awal
respon disertai relaksasi dan kelelahan. Pada pria, fase
resolusi diikuti oleh periode waktu ketika pria tidak responsif terhadap
stimulasi seksual yang lebih jauh., yang disebut periode refractory.
BAB III
Kasus
3.
1 Kasus Gender
Mr.X
adalah seorang hair stylish berusia 20 tahun yang belum menikah. Saat ia masih
kecil, ibunya sering tinggal dengan
ibunya yang membuka usaha salon dan 1 kakak perempuannya. Ibunya lebih
mengharapkan anak perempuan daripada anak laki-laki. Ia memiliki tingkah laku
agak “feminin” serta diketahui menyukai sesama jenis. Apa yang sebenarnya
terjadi?
Pembahasan:
Jadi,
Mr.X sejak kecil tinggal dengan hanya perempuan dan selalu dekat dengan saudara
perempuan serta ibunya. Sehingga ia menjadi perilaku yang “feminin” sesuai
dengan ekspektasi ibunya yang mendistorsi peran gender Mr.X sebagai pria.
Selain itu, orientasi seksual Mr.X terjadi dapat dikarenakan faktor lingkungan
dan biologis,dimana menurut teori Albert Bandura, ia belajar mengenai gendernya dari perilaku ibu dan saudarinya. Dan secara biologis, ia memiliki hormon estrogen yang lebih banyak dibanding testosteron.
DAFTAR
PUSTAKA
Lahey, Benjamin B. 2007. Psychology:
An Introduction. New York: McGraw-Hill Companies
No comments:
Post a Comment